NasDem Dukung Penggunaan Teknologi Co-Firing di PLTU

0 38

NasDem Dukung Penggunaan Teknologi Co-Firing di PLTU

PROBOLINGGO (IkkeLA): Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mendukung penggunaan teknologi co-firing sebagai langkah strategis dalam menurunkan emisi dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, khususnya batu bara.

Co-firing batu bara adalah proses pembakaran dua bahan bakar secara bersamaan di PLTU, di mana salah satu bahan bakar adalah batu bara dan yang lainnya adalah biomassa seperti pelet kayu, cangkang sawit, atau serbuk gergaji. Teknik itu digunakan untuk mengurangi penggunaan batu bara dan emisi gas rumah kaca. Co-firing adalah substitusi batu bara dengan bio massa pada rasio tertentu di PLTU.

“Co-firing salah satu cara kita menurunkan emisi dan menurunkan pembakaran fosil. Co-firing tidak hanya dari mengomel, bio massa tetapi bisa bahannya dari sampah, mengolah sampah menjadi energi,” kata Sugeng saat memimpin kunjungan kerja reses Komisi XII ke PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, Minggu (13/4/2025).

Legislator Partai NasDem itu menekankan, penggunaan sampah sebagai bahan bakar alternatif tidak hanya menjadi solusi untuk masalah energi, tetapi juga membantu mengurangi emisi dari limbah.

“Jadi dua target sekaligus, satu mengolah sampah yang baik otomatis menekan emisi dari sampah yaitu berupa metana, karbon dioksida sekaligus menjadi energi,” ujarnya.

Meski nilai kalori dari sampah lebih rendah dibandingkan batu bara, Sugeng menilai teknologi ini tetap menjanjikan.

“Memang misalnya sampah itu setelah melalui proses, kalorinya kurang lebih 85 persen dari kalori batubara, tetapi itu juga sudah baik,” imbuhnya.

Komisi XII DPR RI, kata Sugeng, mendorong penerapan co-firing secara nasional dengan target sebesar 5%.

“Untuk itu Komisi XII mendorong bagaimana co-firing yang menargetkan nasionalnya 5 persen, membayangkan 5 persen itu kurang lebih setara dengan 10 juta ton, dari skala selama ini kurang lebih kita membakar batu bara, khususnya untuk listrik yang dikelola oleh PLN, baik PLN langsung atau IPP (Independent Power Producer) kurang lebih 200 juta ton per tahun,” kata Sugeng.

Dengan tercapainya target tersebut, penggunaan batu bara dapat ditekan sebesar 10 juta ton per tahun, yang secara signifikan akan menurunkan emisi karbon dan zat berbahaya lainnya.

“Maka kalau ada co-firing 5 persen maka akan ada 10 juta ton tidak lagi dari batu bara di mana kita tahu batu bara karbon dioksida-nya sangat tinggi, sulfurnya tinggi, dan sebagainya,” ungkapnya.

Sugeng juga menjelaskan bahwa Komisi XII terus mengawasi penerapan teknologi ramah lingkungan di PLTU batu bara.

“Komisi XII selalu mengawasi agar PLTU-PLTU batu bara menggunakan apa yang disebut dengan konsep super kritis atau ultra kritis di blower-blower-nya, sehingga karbon yang meluncur rendah bahkan nanti ada namanya penangkapan dan penyimpanan karbon,” jelasnya.

Meski energi baru dan terbarukan akan terus dikembangkan, tanbah Sugeng, keberadaan PLTU batu bara masih dibutuhkan, namun dengan pendekatan yang lebih efisien dan beremisi rendah.

“Ini memang teknologinya sedang dimatangkan sehingga nanti kebutuhan kita tentang energi listrik yang terus meningkat, di mana ke depan juga kita akan masuk dengan energi baru terbarukan. Maka tidak serta-merta menghilangkan PLTU batu bara. Jadi, batu bara tetap jalan tetapi kita tekan emisinya dan berbagai pendekatan, sehingga jauh lebih efisien dari sisi emisinya,” jelasnya. (dpr/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.