(ikkela32.com) Hari Buruh Internasional, Jejak Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia
Penulis : Aryani Indrastati
Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional, atau yang sering dikenal sebagai May Day. Di balik perayaan ini sebenarnya tersimpan sejarah panjang tent koang perjuangan para pekerja yang menuntut kehidupan lebih adil, manusiawi, dan layak. Bukan sekadar hari libur, Hari Buruh adalah simbol solidaritas kaum pekerja yang telah memperjuangkan hak-haknya sejak lebih dari satu abad lalu.
Awal Mula May Day: Tuntutan 8 Jam Kerja
Sejarah Hari Buruh berakar dari gerakan buruh di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Pada masa itu, para pekerja di pabrik, tambang, dan sektor lainnya sering kali dipaksa bekerja hingga 16 jam sehari, dengan kondisi kerja yang buruk dan tanpa perlindungan hukum.
Pada tanggal 1 Mei 1886, lebih dari 400.000 buruh di berbagai kota besar AS melakukan mogok kerja serentak, menuntut pemberlakuan jam kerja 8 jam per hari. Tuntutan ini menjadi sangat populer dengan slogan: “Eight hours for work, eight hours for rest, eight hours for what we will.”
Namun perjuangan ini tidak berlangsung mulus. Beberapa hari kemudian, pada 4 Mei 1886, terjadi sebuah tragedi di Haymarket Square, Chicago, saat unjuk rasa damai dibubarkan secara brutal oleh aparat. Sebuah bom meledak dan menewaskan beberapa orang, termasuk polisi. Insiden ini dikenal sebagai Tragedi Haymarket, yang kemudian menjadi titik balik perjuangan buruh dunia.
1 Mei Ditetapkan sebagai Hari Buruh Internasional
Untuk mengenang perjuangan para buruh dan insiden Haymarket tersebut, pada tahun 1889, Kongres Sosialis Internasional Kedua di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Sejak saat itu, tanggal ini diperingati di banyak negara sebagai simbol perjuangan kaum pekerja.
Bagaimana di Indonesia? Di Indonesia, sejarah peringatan Hari Buruh memiliki dinamika tersendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, aksi buruh dan serikat pekerja sudah mulai tumbuh, terutama sejak awal abad ke-20. Peringatan Hari Buruh pernah dilakukan secara terbuka oleh organisasi-organisasi buruh, namun tidak berjalan stabil karena situasi politik yang fluktuatif.
Setelah kemerdekaan, Hari Buruh pernah dijadikan hari libur nasional pada masa Presiden Soekarno. Namun, pada masa Orde Baru, peringatan Hari Buruh dilarang karena dianggap berbau kiri dan mengancam stabilitas negara. Aksi-aksi buruh diawasi ketat, dan organisasi pekerja dimasukkan ke dalam struktur yang dikontrol pemerintah.
Baru setelah era reformasi, suara buruh kembali menguat. Setelah melalui perjuangan panjang dari serikat pekerja dan aktivis buruh, akhirnya pada tahun 2013, pemerintah Indonesia menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional resmi melalui Keputusan Presiden.
Peringatan Hari Buruh di Era Modern
Kini, setiap tanggal 1 Mei, ribuan buruh di Indonesia turun ke jalan untuk menyuarakan berbagai tuntutan—dari kenaikan upah minimum, jaminan sosial, penghapusan outsourcing, hingga perbaikan sistem kerja kontrak. Selain unjuk rasa, peringatan ini juga sering diisi dengan kegiatan budaya, diskusi, dan aksi solidaritas lintas sektor.
Meski demikian, tantangan buruh di Indonesia masih banyak: dari rendahnya perlindungan tenaga kerja informal, hingga isu-isu digitalisasi dan PHK massal di era pasca-pandemi. Hari Buruh menjadi momentum penting untuk kembali mengingatkan semua pihak—pemerintah, pengusaha, dan masyarakat—bahwa pekerja bukan hanya alat produksi, tetapi juga manusia yang berhak atas kehidupan yang layak.
Karena itu, Hari Buruh Internasional bukan sekadar tanggal merah di kalender. Ini merupakan warisan perjuangan panjang, darah, dan air mata dari para pekerja yang berani melawan ketidakadilan.
Di Indonesia, peringatan ini juga mencerminkan perjalanan panjang demokrasi dan hak asasi manusia dalam dunia kerja. Semoga semangat May Day terus hidup, tidak hanya dalam aksi, tapi juga dalam kebijakan dan kesadaran sosial kita bersama.