Legislator Rieke Diah Pitaloka Ingatkan Konsekuensi Reklamasi Tambang
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat bersama Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) dan Direktur Utama PT Timah Tbk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Jakarta ikkeLa32.com – Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengingatkan PT Timah Tbk agar berhati-hati dalam mengambil alih wilayah tambang bekas PT Koba Tin, khususnya terkait konsekuensi tanggung jawab reklamasi pasca tambang. Hal ini disampaikan Rieke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) dan Direktur Utama PT Timah Tbk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Menurut Rieke, PT Koba Tin yang beroperasi sejak 1973 hingga 2013 menyisakan ribuan hektare lahan bekas tambang. Dana pascatambang yang tercatat sebesar USD 16,7 juta dan dikelola oleh Kementerian ESDM, sebagian telah digunakan hingga 52,12 persen hingga tahun 2021. Namun, masih terdapat sisa dana 47,18 persen yang belum digunakan, termasuk untuk keperluan reklamasi.
“Saya mendapat informasi bahwa PT Timah telah mengambil alih Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik Koba Tin. Saya ingin menekankan, jangan sampai kerusakan lingkungan dari perusahaan sebelumnya justru dibebankan ke PT Timah. Ini penting menjadi perhatian,” tegas Rieke.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini juga mengangkat isu dugaan penyimpangan dalam proses peleburan timah. Ia menyoroti kemungkinan adanya oknum yang mempermainkan sisa hasil peleburan logam mulia seperti perak.
“Ada indikasi modus akal-akalan, sisa pelelehan logam ini dibesarkan volumenya dan dijual. Ini merugikan perusahaan dan negara. Saya ingin penjelasan dari PT Timah bagaimana pemetaannya,” ujarnya, menganalogikan proses tersebut seperti mengaduk dodol dalam wajan besar.
Dalam rapat yang sama, Rieke juga menyinggung soal penegakan hukum yang dinilai lemah dalam kasus korupsi timah yang menyeret Harvey Moeis. Ia mengkritik putusan hakim Eko Haryanto yang dianggap terlalu ringan dan tidak memberi efek jera.
“Putusan ringan dengan alasan terdakwa sopan dan kepala keluarga sangat menyedihkan. Uang pengganti juga hanya beberapa miliar, padahal nilai korupsinya sangat besar dan jadi sorotan publik,” kata Rieke.
Rieke pun menyatakan dukungannya terhadap Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk meninjau ulang sanksi terhadap hakim tersebut. Ia menilai sanksi mutasi yang dijatuhkan terlalu ringan dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Dengan cadangan timah Indonesia yang mencapai 807 ribu ton atau sekitar 70 persen dari total cadangan global, Rieke menekankan pentingnya pengelolaan tata niaga komoditas ini secara akuntabel dan berpihak pada kepentingan nasional. (Ist*)