Pengantar redaksi :
Tan Joe Hok adalah nama yang tidak bisa dipisahkan dari dunia bulutangkis Indonesia. Perhelatannya di era 60-an membawa Indonesia ke kancah dunia. Redaksi Ikkela32.com menyajikannya untuk pembaca setia Ikkela32.com dan pecinta bulutangkis tanah air.
Selamat jalan Legenda Bulutangkis Indonesia.
CIKAL bakal kejayaan bulutangkis Indonesia di pentas dunia memang tak bisa dilepaskan dari sosok Tan Joe Hok.
Sejarah mencatat tokoh yang kemudian dikenal dengan nama Hendra Kartanegara ini adalah pebulutangkis Indonesia pertama yang meraih gelar di pentas All England serta memboyong Piala Thomas ke Tanah Air sebanyak tiga kali beruntun.
TAN Joe Hok dilahirkan di Bandung,Jawa Barat, 11 Agustus 1937.Ia terlahir sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Tan Tai Ping dan Khoe Hong Nio.Tan memang kurang beruntung karena lahir di saat situasi Indonesia masih berkecamuk dengan perang melawan penjajah. Bahkan, ketika Bandung berubah menjadi lautan api pada tahun 1946,Tan masih terlalu kecil untuk memahami situasi yang terjadi saat itu. Yang diingat Tan kala itu orang tuanya berulang kali berpindah rumah. Bukan karena orang tuanya kaya raya tapi sebaliknya karena ingin men-cari tempat yang aman untuk berlindung dari berbagai ancaman.
Akhirnya keluarga Tan Joe Hok pun mendapatkan tempat yang aman di daerah Babakan, Bandung, walaupun hanya mengontrak.Ditempat tinggal yang baru ini Tan dan keluarganya sudah bisa hidup lebih tenang. Situasi keamanan pun sudah jauh lebih kondusif, terutama setelah para penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang angkat kaki dari Indonesia.
Sang ayah meminta Tan untuk membantunya membersihkan pekarangan di depan rumah yang penuh semak belukar.Ternyata setelah bersih oleh sang ayah tanah kosong tersebut dijadikan lapangan bulutangkis sederhana masih beralas tanah serta garisnya masih terbuat dari bambu. Ayah Tan memang gemar berolahraga.
Ternyata lapangan bulutangkis sederhana itu banyak yang menyukai. Hampir setiap malam ayah Tan dan kawan-kawannya bermain bulutangkis dengan menggunakan lampu petromak sebagai penerang. Tan pun tertarik ikut mencoba bermain bulutangkis meski hanya menggunakan raket terbuat dari kayu. Ironisnya meski melihat bakat yang dimiliki Tan ternyata tak membuat ayahnya memberikan pelatihan khusus. “Saat itu saya belajar bermain bulutangkis benar-benar otodidak karena tidak ada yang mengajari. Bahkan, suatu ketika saya bertanding dengan menggunakan raket dari kayu mampu mengalahkan lawan yang menggunakan raket normal,”kenang Tan Joe Hok.
Melihat bakat alam yang dimiliki Tan, menginjak usia 13 tahun ia disarankan oleh seorang pemain asal Bandung, Lie Tjoe Kong untuk bergabung dengan klub Blue White yang merupakan klub terkenal di Bandung kala itu.
Belakangan klub tersebut berubah namanya menjadi PB.Mutiara.Tan pun sangat antusias menerima ajakan berlatih di klub tersebut. Ia pun berupaya agar memiliki raket normal seperti pemain-pemain lain.Tan berusaha menabung dari uang yang diperolehnya menjadi ballboy di lapangan tenis di daerah Pasir Kaliki. Alhasil, raket pertama merek Slazenger seharga 60 rupiah berhasil dibeli oleh Tan untuk berlatih di PB.Blue White.
Mendapat pelatihan yang lebih baik di PB.Blue White,Tan mulai menunjukkan prestasi.la pun mulai bertanding di Kejuaraan Bulutangkis Bandung saat duduk di bangku SMP kelas 3. Namun,di fnal ia kalah dari Tutang. Tahun 1954 Tan Joe Hok mulai bertanding keluar Bandung.
Ajang Kejurnas Bulutangkis 1954 di Surabaya menjadi event nasional pertamanya, kendati ia kandas di perempat final. Tan Joe Hok kembali tampil di Kejurnas Bulutangkis 1956 yang digelar di Bandung. Tan pun sukses menjadi pemenang usai di final mengalahkan pemain asal Tasikmalaya, Olich Solichin. Menyandang status sebagai juara nasional
Tan mulai melirik event internasional di tahun 1957 Mendapat undangantampil di India, Thailand, Selandia Baru, serta Australia, tak disia-siakan oleh Tan Joe Hok untuk merebut gelar juara di seluruh event tersebut.
Di tahun 1957 itu pula tim putra Indonesia mulai merintis jalan untuk berlaga di ajang Piala Thomas. Perjuangan awal dimulai dengan mengikuti babak qualifikasi zona, yang berlangsung di Selandia Baru.
Tim Indonesia yang saat itu diperkuat lima pemain Tan Joe Hok, Lie Poo Djian, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, dan Olich Solihin berhasil keluar sebagai pemenang babak kualifkasi dan berhasil melaju keputaran final Piala Thomas 1958 yang digelar di Singapura.
Dominasi Tan Joe Hok di pentas bulutangkis nasional kian terlihat.Itu dibuktikan saat tampil di Kejurnas Bulutangkis 1958 di Palembang,Tan lagi-lagi mampu keluar sebagai juara usai mengalahkan Lie Poe Djian di babak final. Ajang di Palembang ini juga menjadi persiapan bagi para pemain Indonesia sebelum tampil di putaran final Piala Thomas di Singapura yang saat itu masih menjadi bagian dari negara Malaya. Kekuatan tim putra Indonesia benar-benar ditakuti setiap lawan.
Tan Joe Hok dan kawan-kawan pun berhasil melangkah hingga ke partai puncak menantang juara tiga kali beruntun tim Malaya (kini Malaysia), Piala Thomas untuk pertama kali berhasil diboyong ke Tanah Air setelah di final mengalahkan juara bertahan tim Malaysia dengan skor 6-3.
Catatan menarik sejak babak kualifikasi di Selandia Baru hingga menjadi juara di Singapura tidak sekalipun Tan Joe Hok terkalahkan. Artinya ia selalu menjadi penyumbang poin bagi tim Indonesia.
Setahun berselang Tan Joe Hok mendapat undangan dari IBF untuk tampil di ajang All England 1959. Ia adalah satu-satunya pemain Indonesia yang berangkat dari Jakarta atas undangan IBF. Sedangkan satu pemain lainnya Ferry Sonneville berangkat sendiri dari Belanda karena kebetulan saat itu tengah berkuliah di sana.
Tak terduga, Tan dan Ferry berhasil menciptakan partai final sesama Indonesia. Gelar juara pun berhasil direbut Tan Joe Hok dalam laga tiga game. Gelar ini sekaligus mencatatkan namanya sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi juara tunggal putra di ajang All England.
Usai sukses di Inggris, Tan Joe Hok tidak langsung pulang ke Jakarta tapi melanjutkan kiprahnya di Turnamen Kanada Terbuka dan AS Terbuka. Dua turnamen itu sukses pula dimenangkan oleh Tan Joe Hok.Saat berada di Negeri Paman Sam itu ternyata Tan memiliki keinginan melanjutkan sekolah.
la pun tidak pulang ke Indonesia dan memilih berangkat ke Texas untuk meneruskan kuliah di Baylor University, Waco, Texas, Amerika Serikat dengan program beasiswa. Bidang study yang diambilnya adalah Premedical Major in Chemistry and Biology.
Meski seorang atlet namun Tan ternyata suka dengan bidang study eksakta. Selama dua tahun Tan fokus menuntut ilmu di Texas dan tidak pulang ke Indonesia. Di sela kuliah ia hanya bertanding di Turnamen Kanada Terbuka dan AS Terbuka tahun 1960 yang kembali dimenangkan oleh Tan.
Tanpa terasa tahun 1961 kembali akan digelar ajang Piala Thomas. Ajang beregu ini memang digelar setiap tiga tahun sekali. Kali ini tim Indonesia yang menyandang status juara bertahan langsung lolos ke putaran final yang digelar Istora Senayan, Jakarta. Gedung tersebut baru saja selesai dibangun karena memang dipersiapkan untuk menghadapi ajang Asian Games IV 1962.
Ironisnya tidak ada panggilan kepada Tan Joe Hok agar pulang ke Tanah Air untuk tampil di ajang Piala Thomas. “Keinginan untuk tampil lagi di Piala Thomas di Jakarta justru datang dari diri saya sendiri. Akhirnya saya telpon Ferry Sonneville di Belanda mengajaknya pulang ke Indonesia untuk tampil di Piala Thomas.
“Tiga tahun lalu kita sudah mengawali sukses di Piala Thomas maka sekarang kewajiban kita pula untuk mempertahankannya,”ujar Tan Joe Hok. Dengan merogoh kocek sendiri Tan pulang ke Jakarta. Untuk itu ia meminta izin cuti kuliah dari kampusnya…
(Bersambung…)
tan joe hok pahlawan bulutangkis indonesia [bagian kedua tamat]