Tan Joe Hok Pahlawan Bulutangkis Indonesia (Bagian kedua- Tamat)

Penulis : Daryadi

0 25

BAGIAN KEDUA (TAMAT)

Baca juga sebelumnya :

Tan Joe Hook Pahlawan Bulutangkis Indonesia (Bagian pertama)

 

TIM Indonesia akhirnya sukses mempertahankan Piala Thomas di depan publik sendiri setelah di laga final mengalahkan tim Thailand dengan skor 6-3.Tan lagi-lagi tak pernah terkalahkan dalam setiap penampilannya.

Usai sukses mempertahankan Piala Thomas, Tan kembali ke Texas untuk melanjutkan kuliahnya. Namun, itu pun tak berlangsung lama karena setelah itu di Jakarta akan berlangsung Asian Games IV 1962. Ini adalah pesta olahraga terbesar di Asia pertama yang digelar di Jakarta. Tan Joe Hok kembali merasa terpanggil untuk pulang ke Jakarta demi membela Indonesia di pesta olahraga ini.Ironisnya,lagi-lagi Tan harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kepulangannya ke Indonesia demi tampil di Asian Games.

Pengorbanan Tan Joe Hok kembali tak sia-sia.Ia sukses merebut dua medali emas di nomor tunggal putra dan beregu, serta tambahan medali perak ganda putra berpasangan dengan Liem Cheng Kiang. Usai menjalankan tugasnya demi negara, Tan kembali meneruskan kuliahnya di Texas.Tahun 1963 di Jakarta kembali menjadi tuan rumah pesta olahraga internasional Ganefo. Namun, untuk kali ini Tan memilih tidak pulang ke Jakarta.

Di sisi lain kampusnya tak lagi memberinya izin untuk pulang ke Indonesia karena sudah dua kali sebelumnya mengambil cuti. Tahun ini pula Tan berhasil menyelesaikan kuliahnya di Texas. Pulang ke Tanah Air pada tahun 1964, ajang beregu Piala Thomas sudah kembali di depan mata.

Kali ini putaran fnalnya akan berlangsung di Jepang. Sebagai juara bertahan tim Indonesia tak perlu tampil di babak kualifkasi. Tim Indonesia kali ini sudah mengalami beberapa perubahan pemain. Beberapa pemain baru mulai bergabung seperti Ang Tjin Siang (Muljadi), Unang, serta Tutang Jamaludin. Untuk ketiga kalinya tim Indonesia sukses menjuarai Piala Thomas.Di laga final kali ini Tan Joe Hok dkk sukses mengalahkan tim Denmark dengan skor 5-4. Tan pun sukses selalu menjadi penyumbang poin bagi tim Indonesia.

Pada tahun 1965 Tan Joe Hok memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya dengan melamar Goei Kiok Nio menjadi isterinya. Goei bukanlah gadis yang baru dikenal Tan. Goei yang juga sama-sama pemain bulutangkis sudah dipacari oleh Tan sejak usia 17 tahun. Goei juga pernah memperkuat tim Piala Uber Indonesia meski tak terlalu menonjol.

Dari pernikahannya tersebut Tan dan Goei dikaruniai dua orang anak.Yang pertama seorang wanita bernama Tan Han Mey yang lahir tahun 1966. Anak kedua laki-laki sudah diharuskan menggunakan nama Indonesia, Didi Hanafah Kartanegara lahir tahun 1968. Nama anak pertamanya diubah menjadi Marianna Kartanegara. Di tahun 1966 memang muncul kebijakan agar orang-orang dari etnis Tionghoa harus mengubah namanya menjadi nama Indonesia.

Tan Joe Hok pun harus mengubah namanya. Kebetulan ia dekat dengan Pangdam Siliwangi saat itu yang dijabat oleh HR.Dharsono. ia pun diberi nama Hendra. Adapun nama belakang Kartanegara ia sendiri yang menciptakannya. Nama Tan Joe Hok akhirnya berubah menjadi Hendra Kartanegara, kendati sehari-hari ia tetap disapa dengan panggilan Tan. Bukan hanya Tan Joe Hok, beberapa pemain lain yang masih menggunakan nama Tionghoa juga diminta berganti nama Indonesia. Di perhelatan Piala Thomas 1967 Tan Joe Hok memutuskan tak lagi memperkuat tim Indonesia.

Di usia yang sudah menginjak 30 tahun Tan merasa sudah tak muda lagi. Terlebih ia baru mengalami kecelakaan sehingga khawatir tidak bisa maksimal. Ajang Piala Thomas 1967 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, itu pun berlangsung tanpa Tan Joe Hok.Apa hendak dikata Piala Thomas akhirnya direbut kembali oleh tim Malaysia setelah di final tim Indonesia menyerah 3-6. Berhenti dari percaturan bulutangkis, Tan mendapat tawaran untuk melatih di Meksiko pada 1969. Kebetulan Meksiko akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas tahun 1970. Perkenalannya dengan pengurus bulutangkis Meksiko saat bertanding di Amerika Serikat ternyata mengantarnya ke Meksiko. Tan bersama keluarga pun boyongan ke Meksiko. Setelah Olimpiade Meksiko 1970 berakhir kontrak Tan pun berakhir pula. Namun, ia memilih tak pulang ke Indonesia tapi menetap di AS. Itu pun tak berlangsung lama karena berikutnya Tan mendapat tawaran melatih di Hong Kong pada tahun 1971. Hanya bertahan setahun Tan dan keluarga kembali ke Tanah Air pada tahun 1972.

Ternyata keputusannya pulang ke Indonesia tak serta merta membuat kehidupan keluarga Tan Joe Hok sejahtera. Sebaliknya, Tan justru merasakan kembali masa-masa sulit tak ubahnya saat masa kecilnya di Bandung. Perlakuan diskriminatif ia rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, untuk mendapatkan tempat bersekolah bagi kedua anaknya saja begitu sulitnya. Iapun meminta tolong kepada sahabatnya Ciputra sehingga kedua anaknya bisa diterima di sekolah Regina Pacis. Jejak Tan sebagai pebulutangkis sebetulnya coba diikuti oleh anak keduanya Didi. Namun, melihat potensinya yang kurang Tan pun menganjurkannya untuk melanjutkan sekolah. Selepas lulus SMA, Tan pun mengirim kedua anaknya untuk melanjutkan sekolah di AS.

Tan merasakan apa yang sudah ia perjuangkan bagi nama besar Indonesia di mata dunia lewat bulutangkis seolah tak berbekas apa-apa. Padahal, beberapa tahun sebelumnya ia ingat betul saat berjaya di bulutangkis Presiden Soekarno sengaja mengundangnya ke Istana Negara sebagai ungkapan terima kasih bangsa Indonesia kepada Tan Joe Hok.

Soekarno memang salah seorang yang paling menentang diskriminasi di Indonesia. la pun yang paling menentang ketika masyarakat dari etnis Tionghoa diharuskan mengganti nama. Menurutnya jiwa nasionalisme itu bukan karena melihat namanya, tapi pengorbanan dan pengabdian yang diberikan untuk negeri ini. Situasi akhirnya berubah ketika Orde Lama tumbang dan kekuasaan beralih ke tangan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Tan pun mulai disibukkan dengan urusan bisnis untuk melanjutkan kehidupannya bersama keluarga kecilnya.

Namun, tahun 1984 dunia bulutangkis Indonesia kembali memanggilnya bersamaan berlangsungnya putaran final Piala Thomas di Kuala Lumpur, Malaysia. Tan ditawari menjadi pelatih oleh Ketua KONI Sri Sultan Hamengkubuwono serta Pangdam Siliwangi D.Suprayogi. Tan pun merasa terpanggil untuk kembali memberikan sumbangsihnya bagi tim Piala Thomas Indonesia walau kali ini dalam posisi sebagai pelatih.

Tan mengaku sedih karena Piala Thomas yang sebelumnya pernah direbutnya sebanyak tiga kali beruntun kini sudah diboyong ke China. Namun, sebelumnya Tan menanyakan dulu kepada para pemain apakah bersedia dilatih olehnya karena dari awal Tan mengingatkan kalau ia sangat keras dan disiplin dalam melatih. Ternyata mayoritas pemain bersedia kecuali Icuk Sugiarto yang memilih dilatih oleh Rudy Hartono. Tapi, Tan tidak mempermasalahkan keinginan dari Icuk.

Para pemain yang dipersiapkan untuk tampil di Piala Thomas 1984 di Kuala Lumpur masing-masing Liem Swie King, Hastomo Arbi, Icuk Sugiarto,Christian Hadinata, Hadibowo, Kartono, Heryanto. Sebagai cadangan di tunggal Tan pun melakukan seleksi yang diikuti oleh Hadiyanto dan Sigit Pamungkas. Dalam seleksi tersebut Hadiyanto sudah mencatat dua kali kemenangan. Namun, seleksi tiba-tiba dihentikan oleh Ketua Umum PBSI, Ferry Sonneville yang langsung menunjuk Sigit Pamungkas.

Tan yang merasa tersinggung dengan keputusan sepihak Ferry Sonneville pun mengancam mundur karena merasa diintervensi. Begitu pula para pemain sempat mengancam tidak mau main Piala Thomas. Namun, jalan tengah yang diambil akhirnya Hadiyanto dan Sigit sama-sama dibawa ke Kuala Lumpur sebagai cadangan.

Tim Indonesia pun melaju hingga ke final menantang juara bertahan tim China. Namun, persoalan muncul ketika Heryanto yang menjadi pasangan andalan bersama Kartono tidak bisa main karena mengalami cedera pada matanya akibat terkena smes keras saat berhadapan dengan pasangan Korea Selatan di semifinal yang dimenangkan tim Indonesia 4-1. Di semifinal lainnya tim China juga menang 4-1 atas tim Inggris.

Keputusan darurat pun diambil Liem Swie King akhirnya bermain rangkap tunggal dan ganda.King yang sebelumnya sempat menolak bermain ganda, di luar dugaan justru menjadi penentu kemenangan di partai kelima bersama Kartono dengan mengalahkan pasangan Sun Zhian/Tian Bingyi 18-14,15-12. Sebelumnya di partai pertama King kalah dari Luan Jin.

Di partai kedua Hastomo berhasil menyamakan kedudukan 1-1 dengan mengalahkan Han Jian. Namun China unggul lagi 2-1 ketika Icuk di partai ketiga kalah dariYang Yang. Pertarungan makin tegang ketika pasangan Christian/Hadibowo mampu menyamakan kedudukan 2-2 dengan mengalahkan Heng Sangquan/Jiang Guoliang. Ajang Piala Thomas 1984 itu pun menjadi pengabdian terakhir Tan Joe Hok bagi dunia bulutangkis Indonesia. Tan sukses sebagai pemain dan pelatih.

Kembali ke Tanah Air berikutnya Tan ditawari oleh sahabatnya Budi Hartono yang tak lain adalah pemilik PB.Djarum untuk melatih di klubnya. Kebetulan PB. Djarum juga memiliki tempat berlatih di kawasan Petamburan, Jakarta. Namun, tugas itu hanya berlangsung setahun karena ketika PB.Djarum memindahkan tempat berlatihnya ke Kudus, Tan enggan untuk ikut pindah. Tan lebih memilih menghabiskan masa tuanya bersama anak-anaknya di Jakarta.

Terlebih setelah sang isteri tercinta telah lebih dulu meninggalkannya pada 1 Februari 1998 atau hanya tiga bulan sebelum kerusuhan di bulan Mei 1998 meletus yang ditandai mundurnya Presiden Soeharto. Sebagai tanda penghormatan

atas jasa-jasanya bagi bulutangkis Indonesia Tan Joe Hok menerima penghargaan Bintang Jasa Nararya dari Presiden Soekarno pada tahun 1964.

Tan Joe Hok wafat :

Kabarduka disampaikan PBSI Legenda Bulutangkis Indonesia meninggal dunia. Tan Joe Hok meninggal di Rumah Sakit Medistra Jakarta Senin 2 Juni 2025 pukul 10.52 wib.

Tan Joe Hok adalah bapak bulutangkis Indonesia. Waktu penulis mewawancara beliau untuk buku “Parade Pahlawan Bulutangkis Indonesia” seperti tidak percaya, di usia yang sudah lebih dari 80 tahun tapi memori beliau masih kuat sekali. Jadi penulis beruntung masih bisa mewawancarai saksi hidup sekaligus pelaku cikal bakal bulutangkis Indonesia di pentas dunia.

Indonesia kehilangan sosok besar dalam sejarah perjalanan bulutangkis karena beliau memang perintis awal kiprah Indonesia di percaturan bulutangkis internasional.

Selamat jalan Tan Joe Hok

PROFIL :

Nama : Tan Joe Hok (Hendra Kartanegara)

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, Jawa Barat, 11 Agustus 1937

Nama Istri : Goei Kok Nio

Nama Anak : Mariana Kartanegara dan Didi Hanafiah Kartanegara

PRESTASI :

Juara All England 1959

Juara US Open(1959,1960)

Juara Canada Open (1959,1960)

Medali Emas Asian Games 1962

Juara Piala Thomas (1958,1961,1964)

 

Tentang penulis :

Daryadi adalah wartawan senior Mengawali karir sebagai jurnalis di Kelompok Kompas Gramedia (KKG) tahun 1989. Setelah itu sempat bekerja di beberapa media lain seperti Tabloid GO, TV7, Harian Riau Mandiri, dan Majalah Suara Pemred, sebelum membangun media sendiri Majalah Bulutangkis Indonesia sejak 2015. Pemred di ikkela32.com. Daryadi bersama Hendri Kustian Anhar menulis buku “Parade Pahlawan Bulutangkis Indonesia” Ayah tiga orang putri buah pernikahannya dengan Libriana Maja Sari ini juga rutin menjadi komentator bulutangkis di TVRI, Trans7, Kompas TV, NET TV, serta FOX Sports. Tak hanyadi bulutangkis, hingga saat ini Daryadi juga dipercaya sebagai komentator di ajang bola voli Proliga. Beberapa buku yang pernah ditulis jurnalis yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Jurnalistik IISIP Jakarta ini antara lain Biografi “Yayuk Basuki Dari Yogya ke Pentas Dunia”, “Sejarah Perjalanan KONI Pusat 1938-2019”, “Warisan Olahraga Indonesia”, “Jejak Langkah Owi Butet” serta “Kiprah Hendra -Ahsan” yang diterbitkan untuk memperingati HUT ke-50 PB.Djarum.

Leave A Reply

Your email address will not be published.