Pasal 33 UUD 1945 sebagai Landasan Pembangunan untuk Kesejahteraan Rakyat

Kepala Negara menyampaikan bahwa praktik manipulasi harga dan pengemasan beras tersebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun per tahun

0 9

JAKARTA IKKELA32.COM 24/7/2025 — Pesiden Prabowo Subianto menghadiri Peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada Rabu, 23 Juli 2025. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan utama yang menggariskan arah pembangunan nasional demi menjamin keselamatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

“Pasal 33 kalau kita simak, sebetulnya sederhana tapi menggariskan apa yang akan mengamankan dan menyelamatkan negara,” ujar Presiden. Menurut Presiden, esensi bernegara tidak hanya prosedur demokratis, tetapi memastikan agar rakyat hidup dalam kesejahteraan.

Tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, kata Presiden yakni melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.“Kalau kita bicara negara, kalau kita bicara tujuan negara, ya tujuan negara adalah rakyat yang merasa aman, rakyat yang sejahtera, rakyat yang tidak ada kemiskinan, rakyat yang tidak lapar.

Itu tujuan negara,” lanjutnya.Demokrasi, menurut Presiden merupakan hal yang penting, tetapi tidak cukup apabila tidak menjawab kebutuhan dasar rakyat. “Demokrasi penting, demokrasi yang formal, demokrasi yang normatif, tapi rakyat tidak punya rumah yang baik, rakyat yang lapar, anak-anak yang stunting, mereka yang tidak bisa cari pekerjaan, ini bukan tujuan bernegara bagi saya,” kata Presiden.Pasal 33, lanjut Kepala Negara, menjadi pelaksanaan konkret dari semangat keadilan sosial yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Dalam pembukaan telah dituliskan bahwa tujuan bernegara yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.“Melindungi dari kemiskinan, melindungi dari kelaparan, melindungi dari ketidakadilan. Dan tujuan bernegara memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan keterlibatan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” sambungnya.

Dalam pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Untuk itu, Presiden meyakini bahwa seluruh bangsa Indonesia harus diperlakukan sebagai keluarga meskipun hal tersebut bertentangan dengan beberapa mashab ekonomi, misalnya neoliberal.“Di mashab neoliberal ini, menurut mereka enggak apa-apa kalau yang segelintir orang tambah kaya, enggak apa-apa. Biar segelintir orang tambah kaya, menurut teori itu, lama-lama kekayaan itu akan menetes ke bawah. Tapi kenyataannya menetesnya lama banget,” ucap Presiden.

“Pasal 33 ini senjata pamungkas. Ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” ujarnya.

Sektor pangan seperti beras, jagung, dan minyak goreng, menurut Presiden merupakan kebutuhan pokok rakyat yang tidak boleh dikuasai oleh mekanisme pasar semata. Bahkan, Presiden telah mengusulkan istilah baru yakni “serakahnomics” untuk menggambarkan fenomena penyimpangan yang terjadi akibat keserakahan sejumlah oknum.

“Sekarang saya tanya, kalau produksi beras, ini hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi jagung, hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi minyak goreng, hajat hidup orang banyak enggak? Bagaimana Indonesia produsen minyak goreng, produsen kelapa sawit terbesar di dunia, terbesar di dunia, kok bisa minyak goreng hilang, langka?” tanya Presiden.

Dalam konteks produksi beras, Presiden menyoroti ironi dari sistem subsidi yang besar, tetapi hasil akhirnya justru dikuasai oleh spekulan. Padahal, sarana produksi pertanian mulai dari benih, pupuk, hingga irigasi menurut Presiden menggunakan subsidi uang rakyat.

“Beras yang disubsidi ini, yang ditempel katanya beras premium. Harganya tambah Rp5.000 – Rp6.000. Ini, menurut saudara, benar atau tidak? Ini adalah pidana. Ini enggak benar,” ujarnya

Kepala Negara menyampaikan bahwa praktik manipulasi harga dan pengemasan beras tersebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun per tahun. Untuk itu, Presiden telah memerintahkan penegakan hukum secara tegas agar praktik tersebut tidak berlanjut.

“Jadi tidak bisa, saya tidak bisa membiarkan hal ini. Saya sudah beri tugas kepada Kapolri dan Jaksa Agung usut, tindak. Usut, tindak, sita. Karena Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara,” tegasnya (BPMI Setpres)

Leave A Reply

Your email address will not be published.