Solusi Dua Negara : Haram Dan Khianat!

Buletin Kaffah Edisi 413 (11 Rabi’ul Akhir 1447 H/3 Oktober 2025 M)

0 16

DepokIkkeLa32.com 3/10/2025

Di hadapan Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di markas PBB, New York (23/9), Presiden Prabowo berpidato soal krisis yang terjadi di Gaza. Ia mengecam segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa. Hanya saja, ia tak secara langsung menyebut dan mengecam aksi genosida oleh zionis Yahudi terhadap warga Gaza.

Yang mengejutkan, dalam pidatonya, Prabowo juga menyebut kesiapan Indonesia untuk mengakui eksistensi negara Israel. Ia juga mendukung penyelesaian krisis melalui solusi dua negara. ”Hanya solusi dua negara yang akan membawa perdamaian. Kita harus menjamin kenegaraan Palestina. Namun, Indonesia juga menyatakan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui negara Israel,” tegas Prabowo.

Presiden Prabowo juga mengatakan, “Saya juga terang-terangan mengatakan perdamaian hanya bisa datang kalau semua orang mengakui, menghormati dan menjamin keamanan Israel. Israel harus dijamin keamanannya, baru kita bisa dapat perdamaian,” kata Prabowo Subianto dalam video keterangan pers yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Kabinet, Kamis (25/9/2025).

Pidato Presiden Indonesia ke-8 di markas PBB itu dipuji oleh banyak pihak. Termasuk oleh pemerintah zionis Yahudi. Perdana Menteri Yahudi Netanyahu melontarkan pujian terhadap pidato tersebut. Dia mengatakan bahwa pernyataan Prabowo berkaitan dengan Israel dan Palestina telah menjadi penyemangat. Netanyahu menyadari bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Karena itu pernyataan Prabowo beberapa waktu lalu dapat menjadi sinyal bagi masa depan Israel.

Entitas Yahudi Adalah Penjajah

Ada tiga koreksi untuk pidato Presiden Prabowo di markas PBB lalu. Pertama, keberadaan negara Israel di tanah Palestina adalah ilegal. Israel adalah penjajah. Mengakui eksistensi negara Israel sama dengan mengakui adanya penjajahan. Andaipun Palestina diberi kemerdekaan, negara Israel itu berdiri di atas negeri hasil rampokan mereka.

Negeri Palestina telah menjadi bagian dari negeri Muslim sejak era Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. Khalifah Umar ra. telah menjadikan Palestina sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Islam dan kaum Muslim sejak tahun 637 M. Dengan demikian Palestina bukanlah tanah kosong yang tidak bertuan. Jelas, kedatangan entitas Yahudi ke Palestina adalah sebagai penjajah.

Kaum Yahudi memasuki wilayah Palestina setelah mendapatkan bantuan Inggris melalui Deklarasi Balfour di tahun 1917. Lalu secara bertahap mereka melakukan perampasan, penggusuran, pengusiran bahkan pembunuhan terhadap penduduk Palestina. Peristiwa Nakba yang terjadi pada Mei 1948 adalah penyerangan dan pengusiran besar-besaran terhadap penduduk Palestina. Lebih dari 700 ribu warga diusir. Lahan dan rumah-rumah mereka dirampas oleh kaum penjajah tersebut.

Karena itu pernyataan Presiden Prabowo di Markas PBB adalah hal yang mengejutkan. Pernyataan itu juga bertentangan dengan isi Pembukaan UUD 45 yang menyatakan: ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Kedua, pengakuan atas negara Israel melalui solusi dua negara mencederai rasa keadilan bagi rakyat Palestina. Mereka telah mengalami pengusiran, perampasan, bahkan pembunuhan dan sekarang genosida (pemusnahan massal) oleh zionis Yahudi. Namun, tidak ada sanksi apa pun atas pemerintahan zionis Yahudi itu.

Apalagi secara kepemilikan wilayah, hari ini penduduk Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza hanya mendiami kurang 22 persen dari total tanah air mereka. Sebaliknya, zionis Yahudi menduduki 78% wilayah Palestina. Dengan demikian solusi dua negara berarti mengakui legalitas penjarahan wilayah negara Palestina secara brutal oleh entitas Yahudi. Apakah adil mengakui kepemilikan seseorang dari hasil menjarah dan merampok rumah orang lain, sedangkan pemilik rumahnya sendiri terusir dari kediamannya?

Jadi, sungguh keterlaluan jika muncul seruan bahwa semua pihak harus menghormati, menghargai dan menjamin keamanan negara Yahudi. Padahal mereka adalah pihak agresor. Mereka pun secara terang-terangan melakukan teror dan genosida terhadap penduduk Palestina. Sampai hari ini saja diperkirakan korban tewas di pihak warga Gaza sudah mencapai 66 ribu jiwa. Ribuan lagi mengalami cacat dan luka-luka.

Ketiga, pemerintahan ilegal zionis Yahudi sendiri secara tegas menolak mengakui eksistensi atau kemerdekaan negara Palestina. Pada Juli 2024, Parlemen Israel mengeluarkan resolusi yang menolak pendirian negara Palestina. Resolusi itu disahkan di Knesset dengan 68 suara mendukung dan hanya 9 suara yang menentang.

Perdana Menteri Yahudi Benyamin Netanyahu, di depan Sidang Umum PBB yang lalu secara tegas menolak untuk mengakui kemerdekaan negara Palestina. Dia menyatakan bahwa pengakuan terhadap negara Palestina merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal.

Jadi, mana mungkin bisa menawarkan solusi dua negara kalau pihak perampok dan penjagalnya tetap ngotot menguasai hasil rampokan mereka? Apalagi mereka didukung oleh negara adidaya Amerika Serikat.

Solusi Penjajah

Yang juga wajib dipahami oleh umat Muslim, solusi dua negara (two state solution) bukan datang dari keinginan penduduk Palestina. Rancangan ini dibuat oleh Komisi Peel yang dibentuk oleh pemerintah Inggris pada tahun 1936. Inggris adalah negara yang memfasilitasi pengungsian besar-besaran kaum diaspora Yahudi ke Palestina.

Sedari awal sudah terlihat bahwa solusi dua negara dirancang untuk mengekalkan keberadaan negara zionis di atas tanah Palestina. Pemerintah Inggris tidak memedulikan nasib penduduk asli Palestina yang terusir. Bahkan Inggris terus membuka jalan bagi kedatangan para pengungsi Yahudi dari berbagai negara untuk memasuki Palestina. Akhirnya, berdirilah negara zionis secara ilegal pada tahun 1948 yang diakui dunia internasional sampai sekarang.

Karena itu mendukung solusi dua negara merupakan sesat pikir solusi persoalan di Palestina. Hal ini bahkan bisa menjadi preseden buruk atas setiap konflik internasional. Siasat jahat ini bisa menjadi modus politik untuk melegalkan penjajahan di berbagai wilayah. Ketika suatu negara menginvasi negara lain, mengusir dan membunuhi penduduknya, merampas lahan dan hunian mereka, lalu ditawarkanlah solusi dua negara. Negara penjajah tetap eksis di atas wilayah bangsa lain, sementara penduduk asli yang kehilangan wilayahnya dipaksa hidup berdampingan dengan pihak perampok.

Bebaskan Palestina Seutuhnya

Dengan demikian solusi dua negara adalah pengkhianatan terhadap nasib dan perjuangan penduduk Palestina. Usulan solusi itu sama sekali bukan keinginan penduduk Palestina, juga bukan solusi yang dikehendaki oleh Islam. Ia justru datang dari kaum penjajah. Solusi itu juga justru menjadi legitimasi penjajahan oleh kaum zionis.

Secara hukum Islam solusi dua negara jelas bertentangan dengan nas-nas syariah. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Firman-Nya:

وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).

Allah SWT juga berfirman:

فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَٱعْتَدُوا۟ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا ٱعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ

Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194).

Berdasarkan ayat di atas, jihad fî sabilillah adalah fardu ‘ain saat negeri kaum Muslim—seperti Gaza dan Palestina saat ini—diserang atau dijajah. Para Sahabat Nabi saw. telah berijmak atas kewajiban kaum Muslim secara bersama-sama untuk memerangi dan mengusir musuh-musuh mereka yang menyerang dan menjajah negeri mereka.

Para ulama pun menegaskan demikian. Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi (620 H), misalnya, menyatakan bahwa jika kaum kafir menduduki suatu negeri kaum Muslim maka wajib atas penduduk negeri itu untuk memerangi kaum kafir tersebut. Jika mereka tidak mampu maka kewajiban itu meluas kepada kaum Muslim yang ada di negeri sekitarnya (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/228).

Sayangnya, perintah Allah SWT yang mulia ini justru dicampakkan oleh para penguasa Muslim saat ini. Sebagian dari mereka malah mengulurkan tangan untuk membuka hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Bahkan di tengah genosida terhadap penduduk Gaza, mereka menyokong militer zionis dengan tetap membuka hubungan dagang dengan mereka, termasuk menerima solusi dua negara.

Karena itu kaum Muslim harus bersikap tegas kepada penguasa mereka. Kaum Muslim wajib melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap mereka dalam persoalan ini. Bukan malah condong dan merasa puas dengan sikap para penguasa mereka. Allah SWT telah berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ

Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh api neraka (TQS Hud [11]: 113).

Jelaslah bahwa krisis di Palestina tidak mungkin diselesaikan di tangan PBB ataupun para penguasa Muslim hari ini. Umat hari ini membutuhkan kepemimpinan Islam global (Khilafah) yang akan melindungi setiap wilayah negeri Islam. Khalifah juga tidak akan membiarkan darah Muslim tercecer sia-sia di tangan kaum kuffâr. Imam al-Mawardī (450 H) menyatakan bahwa termasuk kewajiban dari kepemimpinan (Khilafah) adalah menjaga benteng umat, membela kehormatan kaum Muslim dan berjihad melawan musuh (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 27).

Tak ada lagi jalan keluar yang sahih dan tepat selain jihad fî sabilillah di bawah kepemimpinan Islam global, Khilafah Islamiyah.

WalLâhu a’lam.

Hikmah:

Nabi saw. bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengan dirinya. (HR Muslim).

Leave A Reply

Your email address will not be published.