Batuk, Pilek, Radang Tenggorokan Mulai Marak, Influenza Like Illness, IDI Jabar Minta Warga Waspada

Penyakit influenza biasanya identik dengan cuaca atau musim dingin. Namun, ketika sejumlah wilayah di Indonesia mengalami cuaca panas, penularan flu justru meningkat

0 52

Bandung IkkeLa32.com (18/10/2025) — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Barat mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan kasus penyakit mirip influenza dengan gejala batuk, pilek, demam, dan nyeri tenggorokan yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Ketua IDI Jawa Barat M. Luthfi mengatakan bahwa gejala tersebut termasuk dalam kategori penyakit mirip influenza atau Influenza-Like Illness (ILI).

“Penyakit mirip influenza merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang bisa disebabkan oleh virus influenza itu sendiri atau virus pernapasan lainnya seperti RSV, Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, dan Human Metapneumovirus,” ujar Luthfi, Jumat (17/10).

Berdasarkan data surveilans sentinel Kementerian Kesehatan RI, proporsi spesimen positif influenza secara nasional mencapai sekitar 34 persen, termasuk dari wilayah Jawa Barat. Namun saat ini, angka tersebut menurun menjadi 26 persen.

“Gejala penyakit influenza biasanya berlangsung 2 hingga 8 hari, tapi yang kami temukan sekarang cenderung lebih lama. Ini bisa disebabkan oleh sirkulasi beberapa virus pernapasan lain yang meningkat di tengah cuaca yang tidak menurun, adanya infeksi sekunder, atau kondisi kesehatan individu yang menurun,” jelasnya.

Luthfi menegaskan masyarakat tidak perlu panik, karena sebagian besar kasus influenza bersifat ringan dan dapat disembuhkan dengan istirahat yang cukup. Namun, kewaspadaan tetap penting, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit kronis. Ia juga mengimbau masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat. “Pastikan asupan gizi cukup, istirahat yang cukup, dan olahraga teratur. Hindari kontak dekat dengan orang yang sedang batuk atau demam, gunakan masker di ruang tertutup atau saat sedang sakit, serta rutin mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer,” kata Luthfi.

Selain itu, masyarakat diminta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila demam berlangsung lebih dari tiga hari atau muncul gejala sesak napas. Sementara bagi tenaga kesehatan, IDI Jabar mengingatkan agar tetap menerapkan standar kewaspadaan dan pelaporan kasus ILI sesuai mekanisme surveilans nasional.

“Langkah sederhana ini penting untuk mencegah penyebaran penyakit pernapasan yang saat ini sedang meningkat. Kedisiplinan dan kepedulian bersama menjadi kunci untuk menjaga kesehatan masyarakat,”

Flu Meningkat dicuaca Panas

Penyakit influenza biasanya identik dengan cuaca atau musim dingin. Namun, ketika sejumlah wilayah di Indonesia mengalami cuaca panas, penularan flu justru meningkat.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat: mengapa flu meningkat pada saat cuaca panas? Selain itu, gejalanya pun sering berlangsung lebih lama dari biasanya.

Guru Besar Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Erlina Burhan mengatakan, anggapan bahwa penularan flu hanya terjadi pada musim dingin tidak sepenuhnya benar. Influenza ataupun selesma bisa terjadi kapan saja, termasuk saat cuaca panas.

Peningkatan kasus influenza yang terjadi saat ini juga merupakan akumulasi penularan yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Penyakit influenza merupakan penyakit yang mudah menular.

”Flu merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus, seperti influenza, RSV ( respiratory syncytial virus ), dan Covid. Penularannya sangat mudah dan tidak mengenal musim,” ujar Erlina, Kamis (16/10/2025).

Mengutip data Kementerian Kesehatan, pada minggu ke-38 atau sekitar awal Oktober 2025 terjadi peningkatan kasus influenza hingga 38 persen. Adapun subtipe virus yang mendominasi ialah influenza A.

Erlina menyampaikan, risiko penularan flu justru bisa lebih buruk saat cuaca panas. Alasannya, saat cuaca panas, udara menjadi kering dan meningkatkan jumlah debu di udara. Kondisi ini dapat memicu kambuhnya asma dan alergi pernapasan lainnya. Akibatnya, batuk dan pilek lebih mudah terjadi, bahkan tanpa paparan virus.

Erlina mengatakan, debu tidak hanya dapat memicu terjadinya alergi, tetapi juga dapat membawa partikel bakteri melalui udara. Batuk pilek akibat virus atau bakteri bisa dibedakan dari warna lendir yang keluar. Pada batuk pilek akibat virus biasanya terdapat warna lendir atau dahak yang bening atau transparan, sementara pada bakteri warnanya kuning kehijauan.

Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam FKUI yang juga Dekan FKUI, Ari Fahrial Syam, mengatakan, masyarakat juga perlu mewaspadai risiko dehidrasi di tengah cuaca yang panas. Saat tubuh kekurangan cairan, risiko yang bisa terjadi antara lain sakit kepala, lemas, dan konsentrasi terganggu. Jika melihat data historis sebelumnya untuk suhu maksimum, masih mungkin suhu panas naik hingga 38-39 derajat celsius.

Kondisi tersebut juga dapat berdampak pada penurunan tingkat imunitas. Padahal, saat imunitas tubuh menurun, risiko penularan berbagai penyakit bisa meningkat. Selain itu, waspadai juga risiko tenggorokan kering.

”Jadi perlu diperhatikan untuk menghindari makanan yang terlalu manis atau terlalu dingin yang dapat memicu peradangan. Tenggorokan yang kering juga lebih mudah mengalami iritasi,” ujar Ari.

Flu panjang

Erlina menyampaikan, terkait dengan flu yang berkepanjangan yang melanda sejumlah orang, hal itu bisa mempengaruhi kondisi imunitas tiap-tiap orang. Influenza umumnya bisa sembuh dengan sendirinya, tetapi harus didukung dengan kondisi imunitas yang baik.

“Flu yang berkepanjangan bisa terjadi karena infeksi awal virus tidak ditangani dengan baik dengan istirahat yang cukup dan makan bergizi. Saat imunitas tubuh tidak kuat, infeksi berlanjut bisa, bahkan bisa berkembang menjadi infeksi lainnya,” tuturnya.

Erlina menuturkan, penularan influenza yang semakin meningkat juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah tidak lagi mematuhi protokol kesehatan. Penggunaan masker, etika batuk yang benar, serta mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir tidak hanya diperlukan untuk mencegah penularan Covid-19, tetapi juga penyakit lainnya.

”Dulu, di masa Covid-19, kita sangat disiplin pakai masker. Sekarang di kereta atau tempat umum sudah jarang yang pakai masker. Padahal, kalau satu orang bersin atau batuk, itu bisa langsung menyebar ke sekitar,” ujarnya.

Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah tingkat mobilitas masyarakat yang tinggi. Saat orang bepergian dan bertemu dengan orang lain, risiko penularan penyakit akan meningkat. Sementara itu, tidak sedikit orang yang dalam kondisi sakit pun masih tetap bepergian dan bertemu dengan orang lain sehingga berisiko menularkan penyakit.

Risiko penularan influenza yang meningkat juga bisa dipengaruhi oleh menurunnya kondisi kesehatan tubuh. Faktor-faktor seperti stres, kurang tidur, pola makan tidak teratur dan tidak bergizi seimbang, serta kebiasaan merokok dapat menurunkan sistem imun tubuh. Selain dapat meningkatkan penularan, sistem imunitas tubuh yang lemah dapat memperparah gejala penyakit.

Erlina mengingatkan bahwa gejala flu yang dialami sebagian orang saat ini bisa jadi merupakan infeksi Covid-19. Namun, sebagian besar orang tidak lagi memeriksakan diri sehingga tidak teridentifikasi penyebab penularannya.

Menurut Erlina, upaya pencegahan tetap perlu diutamakan dalam menangani suatu penyakit. Masyarakat perlu disadarkan kembali mengenai pentingnya protokol kesehatan. Saat sedang sakit, gunakan masker meski sedang di dalam rumah. Pastikan pula untuk istirahat yang cukup, makan dengan gizi seimbang, hindari asap rokok, minum air putih yang cukup, dan hindari paparan sinar matahari langsung.

Cuaca panas

Sebelumnya, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyampaikan, cuaca dengan suhu panas di sejumlah wilayah di Indonesia diprediksi akan berlangsung hingga akhir Oktober hingga awal November 2025. Hal ini terjadi karena posisi matahari pada Oktober ini berada tepat di selatan ekuator. Akibatnya, radiasi matahari langsung meningkat dan suhu udara melonjak hingga 37,6 derajat celsius di beberapa wilayah.

Selain itu, angin timuran dari Australia yang bersifat kering dan panas masih aktif sehingga terjadi pembentukan awan hujan di sebagian wilayah. ”Ini memperkuat efek panas meski secara klimatologis kita sudah memasuki masa pelestarian,” ujarnya.

Meski begitu, masa pancaroba atau transisi dari musim kemarau ke musim hujan ini bisa memunculkan cuaca ekstrem dengan kondisi siang yang sangat panas, sementara hujan deras dengan angin kencang. Fenomena ini masih tergolong wajar karena posisi matahari dan pola angin dapat mempengaruhi suhu musiman.

Guswanto mengatakan, masyarakat agar tetap waspada karena suhu panas yang terjadi masih bisa meningkat, terutama jika kondisi atmosfer tetap kering dan minim awan. ”Jika melihat data historis sebelumnya untuk suhu maksimum, masih mungkin suhu panas naik hingga 38-39 derajat celsius,” katanya.

Untuk mencegah dampak cuaca panas, masyarakat diimbau untuk menghindari paparan langsung matahari dalam waktu lama, terutama pada pukul 10.00 sampai pukul 16.00. Jika harus keluar ruangan, gunakan pelindung diri, seperti topi, payung, dan tabir surya. (dari berbagai sumber bch*/)

Leave A Reply

Your email address will not be published.