Djoko Subiantoro dan Kegelisahan Terhadap Petani, Mengembangkan Pupuk Hayati Untuk Indonesia 

kalau Program ini sampai ke Pak Prabowo, yang menjadi pemikiran saya tahap selanjutnya bisa satu juta hektar. Seperti yang sekarang dilakukan Ustadz Adi Hidayat,

0 265

Jakarta (IkkeLa32.com) Perjalanan hidup Djoko Subiantoro sebagai Pegawai Negeri di Kementrian Pertanian Jakarta selama 30 tahun lalu membawa banyak cerita, Pria kelahiran tahun 1955 ini mengatakan, “petani ini di Indonesia masih sengsara sebenernya, menurut saya pribadi, petani ini masing sengsara, belum di enakin hidupnya, sudah cukup chaos pertanian itu, dalam kondisi chaos itu menurut saya terasa sekali di lima tahun terakhir ,” Ungkap Mas Djoko sapaan akrab nya. “ karena mekanisme kehidupan dunia pertanian itu kaya begitu menurut saya secara pribadi,” ucapnya penuh kecewa

Pria lulusan SMA ini punya harapan dunia pertanian akan berubah dalam kondisi sekarang, dengan berseloroh “tau tau presiden nya kan Pak Prabowo, begitu melihat statement Prabowo, saya melihat hidup kembali nih dunia pertanian Indonesia, dia beresin mekanisme ini.” Kata laki-laki 70 tahun ini Penuh harap.” Contohnya begini, yang saya rasakan waktu itu kan saya pegawai pertanian 30 tahun perubahan ini sedikit demi sedikit saya mengerti coba kita renungi deh kaya raya gemah ripah loh jinawi orang-orang nya pinter-pinter, kita banyak professor, kita punya universitas pertanian, kita punya doktor, ini yang tertera diotak goblok saya kaya begitu, kenapa nih Djoko membatin. ”terus itulah selalu bergejolak dibenak saya mengapa”?,

Djoko Subiantoro selalu berdiskusi dengan sahabat-sahabat di lingkungan teman-teman pertanian seangkatan nya. “kondisi pertanian ya mati hidup cuma begini lah. dalam perjalanan itu ketemulah banyak temen-temen pertanian yang msih bisa nempel diskusinya, karena waktu itu saya sudah beberapakali juga ikut Kontak Tani Nelayan Andalan [KTNA] KTNA adalah organisasi profesi bersifat independent yang berorientasi pada kegiatan sosial ekonomi di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, membudidayakan agribisnis berbasis di pedesaan dan berwawasan lingkungan. “itu kan Kumpulan nya petani seluruh Indonesia, dulu program kesayangan nya Pak Harto” [Presiden ke dua Republik Indonesia], kenang bapak empat anak ini. “sama juga dengan HKTI [Himpunan Kerukunan Tani Indonesia], tapi menurut saya HKTI ini agak elit tapi larinya ke politis”, tandasnya.

Itungan saya ini petani itu ada kurang lebih 30 juta seluruh Indonesia. Dia yang ngasih makan kita, tapi kesan saya petani ini masih diperas sampe jaman modern kaya gini, karena sistemnya. Lebih lanjut Djoko mengatakan “dalam pandangan hidup saya Indonesia ini kaya perawan cantik mati diperkosa’ tandasnya penuh emosional. “rebut sana rebut sini, yang saya rasakan waktu itu kan saya pegawai pertanian ada basic saya pernah menjadi kasubag Humas di Pertanian di badan SDM (Sumber Daya Manusia) terakhir saya pensiun saya disitu, informasi yang diolah sengaja atau tidak sengaja masuk diotak, apalagi di badan SDM pertanian kira- kira lima tahun, saya mengangap badan SDM itu miniaturnya pertanian, ada Balai Pendidikan ada Balai Pelatihan apa aja ada disitu, ternak hewan, tani, bertanam ada disitu dibadan SDM”, jelas Djoko kala itu.

Djoko Subiantoro bersama Isti dan keluarga

Lebih lanjut dia mengatakan “Ketika itu saya melihat mulai yakin bahwa tanah di Indonesia ini mulai keracunan, karena selama ini menggunakan kimia!”, jelas bapak satu istri ini, maka Djoko mengatakan “kimia juga akibat dunia bisnis, Amerika kirim pupuk, Rusia kirim pupuk, China kirim pupuk, Cuma Amerika dan Rusia tidak kirim alat kalah sama China, karena bisa lebih murah” analisanya. “akibat mekanisme juga ya perjalanan nya cuma segitu-segitu aja sampe sekarang”,

Sempat kecewa, Djoko Subiantoro yang pernah menjadi ajudan Syarifudin Baharsyah Menteri Pertanian era Presiden Soeharto ini menyoal perhatian pemerintah saat ini. “Karena kebetulan Menteri pertanian sekarang pikirannya nya lagi ga kesitu, dia hanya alat-lat pertanian fokusnya, tidak kepikiran merobah struktur tanah padahal sekarang produksi kita kan rendah, itu kan tanah nya sudah rusak karena bahan bahan kimia itu, terutama di pulau Jawa hantem-hanteman urea hcl bahan kimia semua, tanya ke ahlinya deh bener ga? Dunia pertanian itu sebenernya bagaimana?.

Sambil menerawang dan menghela nafas sejanak lalu Mas Djoko berkata “Mumpung diantara Kawan-kawan saya di pertanian belum wafat semua, para prosfesor, doktor pertanian, bisa menyaksikan, yang intinya saya mencoba merubah pola pikir petani terhadap tanah jangan sampai kaya food estate kan gagal itu, itu idenya di tempat saya di pertanian untuk ketahanan pangan.” Ungkapnya “dan dikelola oleh Dephan (kementrian Pertahanan), maka berdirilah Perusahaan-perusahaan pertanaian yang isi nya purnawiran-purnawirawan hancur lebur food estate itu, siapa yang mau diuber?

Ketika ditanya dunia pertanian Indonesia era Presiden Soeharto, Djoko menjawab “tapi nanti kalau saya bilang enak dijaman pak Harto saya pro pak Harto, tapi jaman pa Harto aja secara dunia kan sudah mengakui, di badan dunia FAO (Food and Agriculture Organization) Di Indonesia dikenal sebagai Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Itu badan pangan dunia Indonesia diakui, Indonesia saat itu dijaman pak harto melatih petani negara-negara Afrika, yang dulu dilatih peringkat 20 indonesia peringakat 12 sekarang udah terbalik, ga nyampe di otak saya!”, artinya bahwa itu tadi saya mengatakan bahwa Indonesia itu bagaikan wanita cantik mati diperkosa!”.

Perjalan Djoko Subiantoro menggeluti Pupuk Hayati 

Dengan seiring perjalanan hidup Djoko Subiantoro bertemu dengan Admansyah Lubis, Pengusaha Pupuk Hayati asal Aceh yang menemukan dan mengembangkan pupuk hayati di Aceh dengan nama Bio Adkom. “Sehingga berjalan lah sampai kini saya coba mengolah pupuk dia, lalu saya coba aplikasikan ke petani’, kenang nya. “Empat bulan yang lalu dengan keterbatasa saya coba di 5000 meter tanah sawah padi di Sragen Solo Raya Jawa Tengah, pinjem dari temen lahan nya dan juga di Pariaman Padang Sumatera Barat. Saya bawa pupuk bikin di Jakarta, saya liat kondisi lahan nya, kondisi tanah nya cara buat pupuknya, kumpulin bahan nya bahan nya, saya aplikasikan disana enggak sampe 4 bulan panen dan itu lebih cepat kata petani, ucap Djoko penuh semangat.

Djoko Subiantoro bersama petani binaan

“Mulailah petani nyebar nyoba nanti kiri kanan nya nanya, saya coba dua lahan yang pake dan tidak pake pupuk bersamaan, dua bulan berjalan pertumbuhan tanah nya lebih lembut dan subur yang tanahnnya tadi keras, ada suatu reaksi akibat dari pupuk hayati itu. Itu menjadi trigger saya bahwa yang namannya hayati itu makhluk hidup makhuk Allah. Dengan keyakinan tu saya akan coba tanam dua hektar karena petani minta di uji coba dilahan nya, tentunya akan lebih berkembang luas ke seluruh indonesa”, Djoko tampak optimis.

“Dan yang berikutnya saya akan coba pada musim kemarau saya akan melakukan pecobaan di tanah petani yang setiap tahun nya Cuma sekali digunakan”. Dengan kepercayaan itu Djoko menguraikan ada dua jenis pupuk hayati. “Makanya bahan nya ada dua yang padat dan cair, padatnya untuk memperbaiki tanah, cairnya itu untuk nutrisi utamanya dan bahannya sama itu semua, dan cair itu saya berharap benar-benar mengusir hama, sejauh ini hama utama petani itu tikus sama wereng , tapi kalau itu diberi nutrisinya dengan baik tikus dan wereng tidak dateng tidak dibunuh karena hayati” Ungkap Djoko yang mulai mendalami Pupuk Hayati sejak 2023 ini.

“Karenanya saya berharap kedepannya pupuk hayati ini tidak terkontaminasi dengan kimia karena disitulah akan terjadi beras sehat tidak perlu pengawet, makanya itu aka mengalir seiring sosialisasi ini”

Lebih lanjut Djoko mengatakan “kalau Program ini sampai ke Pak Prabowo, yang menjadi pemikiran saya tahap selanjutnya bisa satu juta hektar. Seperti yang sekarang dilakukan Ustadz Adi Hidayat, jelasnya. “Karena bahan-bahan nya sudah ada disekeling petani dan peternak”, katanya penuh antusias. “Nah disitu saya butuh untuk sosiali produk pupuk hayati ini . masih ada harapan kita ingin merubah struktur tanah ini, Kami berharap pupuk ini bisa segera dikenal oleh petani sehingga petani menyadari bahwa tanah nya itu sudah waktunya untuk diperbaiki”.

Bersama petani di Sragen Jawa Tengah

“makanya untuk produksi pupuk hayati ini, karena semua kebutuhan petani didaerah itu awalnya dari kelompok tani, kelompok tani minta apa dia yang harus diturutin , duit yang 37 triliun untuk pertanian itu bisa digunakan apabila dibutuhkan oleh petani, tapi yang ada peternak sapi itu mengeluh ini kotoran mau dibuang kemana? Ungkap Djoko.

“Jadi itu bahan pokoknya adalah kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran ayam, urin nya air kelapa, pasir itu intinya, itukan beredar dimana-mana diseluruh Indonesia”, Jelas Djoko realistis. “Cara pertama langsung dengan pemerintahan artinya pemerintah yang memobilasi barang itu, dan kedua kita sosialisai barang itu dengan petani, baru petani butuh, ngomong ke bupati, bupati ngomong ke Dirjen Pertanian baru angaran itu akan turun”,  pungkas Djoko.

Akankah cita-cita Djoko Subiantoro bisa terlaksana, maka program pemerintah saat ini  dengan pendirian Koperasi Merah Putih bisa segera menyentuh kelompok Tani Binaan nya. (Bch*/)

Baca juga pejuang pupuk hayati lainnya :

Admansyah Lubis Sang Pendekar Pupuk Hayati

Leave A Reply

Your email address will not be published.