Jakarta Ikkela32.com (26/06/2025) – Umat Islam akan merayakan tahun baru 1 Muharram 1447 H. Muharram merupakan salah satu bulan yang Allah muliakan sebagai arba’atun hurum—selain Zulqaidah, Zulhijah, dan Rajab. Pada bulan-bulan tersebut Allah SwT menjanjikan pahala yang berlipat atas setiap amal saleh yang dikerjakan manusia. Sebaliknya, Allah SwT memberikan ancaman berlipat pula atas setiap dosa yang diperbuat manusia.
“Bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang mulia, di mana Allah telah menciptakan 12 bulan, empat di antaranya adalah bulan haram: Zulqaidah, Zulhijah, Muharram, dan Rajab,” ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Khaeruddin Hamsin dalam Khutbah Jumat di Masjid KH. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Jumat (20/06).
Menurut Khaeruddin, kendati merujuk pada hiijrahnya Nabi, penanggalan kalender Islam baru resmi digunakan saat sistem pemerintahan Islam dipimpin Khalifah Umar bin Khattab atau 17 tahun setelah Hijrah (7 tahun setelah Rasullah Wafat). Kebutuhan akan adanya sistem penanggalan ini berangkat dari persoalan administratif surat-menyurat. Saat Abu Musa Al-Asy’ari ditunjuk sebagai Gubernur, dirinya kebingungan karena surat yang dikirim Umar kepadanya tertulis tanpa tanggal yang rinci dan detail. Ia mendapati surat pada bulan Sya’ban, namun dirinya bingung Sya’ban tahun berapa.
Tentu hal tersebut menjadi persoalan serius jika diarsipkan ke dalam administrasi kenegaraan. Ditambah lagi, banyak wilayah kekuasaan Islam yang memiliki penanggalannya sendiri, sehingga pengarsipan menjadi semakin rumit.
Akhirnya, Umar mengumpulkan para Sahabat untuk membahas soal penanggalan. Kemudian prosesi hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah akhirnya sepakat dipilih dari sekian usulan alternatif acuan tahun Islam, karena saat itulah titik awal membangun masyarakat Islami. Disepakati pula oleh para Sahabat untuk nama bulan yang pertama adalah Muharram.
“Setelah 17 tahun Nabi Saw Hijrah, umat Islam baru membuat penanggalan kalender Hijriyah, yaitu perhitungannya dari Muharram. Kalau direnungkan, pasti ada hikmah di baliknya,” tutur Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Lantas, mengapa bulan Muharram yang dipilih sebagai awal bulan dalam penanggalan Hijriyah? Hikmah dari ditetapkannya Muharram sebagai awal bulan karena Umar tidak ingin ada pengkulutusan yang berlebihan kepada Rasulullah. Bila Nabi Saw dikultuskan sedemikian jauh, barangkali bulan Rabiul Awal akan jadi bulan yang paling spesial di antara bulan yang lain. Pasalnya, pada bulan ini Nabi Saw dilahirkan dan melakukan hijrah.
“Betul kita sebagai umat Islam harus menjadikan Rasulullah SAW
sebagai panutan. Tapi ada kekhawatiran dari Umar bin Khattab jangan-jangan kalau ditetapkan pada bulan Rabiul Awal, itu terjadi pengkultusan pribadi. Sementara umat Islam itu mengkulutuskan nilai-nilainya, bulan pribadinya,” terang Khaeruddin.
Tahun Baru Islam 1446 H dimulai pada Kamis (26/6/2025). Muhammadiyah menetapkan tanggal tersebut berdasarkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), sebuah sistem kalender berbasis astronomi yang mereka kembangkan untuk menetapkan awal bulan Hijriah secara ilmiah dan seragam.
KHGT hadir sebagai solusi atas seringnya perbedaan penentuan awal bulan di kalangan umat Islam. Dengan menggabungkan pendekatan konjungsi (ijtima’) dan imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal), KHGT memungkinkan penetapan kalender yang objektif, konsisten, dan bisa dirancang puluhan tahun ke depan.
“1 Muharram 1447 H jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025,” tegas Muhammadiyah seperti dilansir laman Masjid Muhammadiyah dikutip pada Kamis (26/6/2025). Mereka tidak bergantung pada observasi visual hilal, melainkan pada kalkulasi ilmiah. Hal ini menjadi alasan perbedaan dengan metode yang digunakan pemerintah atau ormas lain.
Sementara itu, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menetapkan awal Muharram jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025. Keputusan ini tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 76/PB.08/A.II.01.13/13/06/2025 yang ditandatangani oleh Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa dan Sekretaris H Asmui Mansur, Rabu (25/6/2025).
LF PBNU menggunakan pendekatan hisab rukyat berbasis istikmal—menggenapkan bulan Dzulhijjah menjadi 30 hari—karena hilal belum memenuhi syarat untuk terlihat pada Rabu Pon, 29 Dzulhijjah 1446 H (25 Juni 2025 M). “Hilal masih di bawah ufuk di seluruh wilayah Indonesia saat matahari terbenam,” tulis surat tersebut seperti dilansir laman NU Online.
Perhitungan ilmu falak PBNU menunjukkan bahwa ijtima’ terjadi pada Rabu pukul 17.43 WIB. Namun, tinggi hilal berada pada minus 1 derajat 42 menit 33 detik di Jakarta. Titik terendah hilal terpantau di Jayapura, Papua, dengan ketinggian minus 3 derajat 50 menit. Sementara itu, titik tertinggi tercatat di Lhoknga, Aceh, namun masih berada di bawah ufuk yaitu minus 0 derajat 12 menit
Ilustrasi NU dan Muhammadiyah dalam menetapkan tahun baru Islam 1447 H. Foto dibuat SORA
Tahun Baru Islam 1447 H dimulai pada Kamis (26/6/2025). Muhammadiyah menetapkan tanggal tersebut berdasarkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), sebuah sistem kalender berbasis astronomi yang mereka kembangkan untuk menetapkan awal bulan Hijriah secara ilmiah dan seragam.
KHGT hadir sebagai solusi atas seringnya perbedaan penentuan awal bulan di kalangan umat Islam. Dengan menggabungkan pendekatan konjungsi (ijtima’) dan imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal), KHGT memungkinkan penetapan kalender yang objektif, konsisten, dan bisa dirancang puluhan tahun ke depan.
“1 Muharram 1447 H jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025,” tegas Muhammadiyah seperti dilansir laman Masjid Muhammadiyah dikutip pada Kamis (26/6/2025). Mereka tidak bergantung pada observasi visual hilal, melainkan pada kalkulasi ilmiah. Hal ini menjadi alasan perbedaan dengan metode yang digunakan pemerintah atau ormas lain.
Sementara itu, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menetapkan awal Muharram jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025. Keputusan ini tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 76/PB.08/A.II.01.13/13/06/2025 yang ditandatangani oleh Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa dan Sekretaris H Asmui Mansur, Rabu (25/6/2025).
LF PBNU menggunakan pendekatan hisab rukyat berbasis istikmal—menggenapkan bulan Dzulhijjah menjadi 30 hari—karena hilal belum memenuhi syarat untuk terlihat pada Rabu Pon, 29 Dzulhijjah 1446 H (25 Juni 2025 M). “Hilal masih di bawah ufuk di seluruh wilayah Indonesia saat matahari terbenam,” tulis surat tersebut seperti dilansir laman NU Online.
Perhitungan ilmu falak PBNU menunjukkan bahwa ijtima’ terjadi pada Rabu pukul 17.43 WIB. Namun, tinggi hilal berada pada minus 1 derajat 42 menit 33 detik di Jakarta. Titik terendah hilal terpantau di Jayapura, Papua, dengan ketinggian minus 3 derajat 50 menit. Sementara itu, titik tertinggi tercatat di Lhoknga, Aceh, namun masih berada di bawah ufuk yaitu minus 0 derajat 12 menit.
Baca Juga Mengapa Mekkah Tak Jadi Acuan Kalender Hijriah Global Tunggal? Ini Penjelasan Muhammadiyah
Data ini membuat hilal tidak memenuhi kriteria imkan rukyat Nahdlatul Ulama, yang mensyaratkan tinggi minimal 3 derajat dengan elongasi lebih dari 6,4 derajat. Karena itu, NU menetapkan awal tahun baru Hijriah pada Jumat, dengan pertimbangan istikmal berdasarkan metode hisab tahqiqy tadqiky ashri kontemporer khas NU.
LF PBNU juga meminta seluruh jajaran Lembaga Falakiyah di tingkat wilayah dan cabang untuk menyampaikan pengumuman ini kepada warga Nahdliyin secara luas.
KHGT, di sisi lain, menawarkan pendekatan global. Muhammadiyah mengklaim sistem ini memungkinkan penanggalan yang dapat diprediksi jauh hari dan menyatukan umat Islam di seluruh dunia. “Kalender ini bukan hanya untuk Muhammadiyah, tetapi terbuka bagi siapa saja yang ingin kalender Hijriah yang seragam dan ilmiah,” tegas mereka.
Umat Islam diajak menyambut 1 Muharram dengan memperbanyak doa, dzikir, dan refleksi diri. Momentum ini menjadi ajang pembaruan niat untuk hijrah ke arah yang lebih baik—baik secara personal maupun sosial.
Perbedaan penetapan awal tahun Hijriah bukan hal baru. Namun, di tengah perbedaan itu, semangat menyambut tahun baru Islam tetap hidup dan penuh makna
Bacaan Doa Akhir Tahun Islam
Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Utama, ulama Utsman bin Yahya dalam kitabnya Maslakul Akhyar menuliskan lafal doa akhir tahun yang berbunyi sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْه وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ
Latin: “Allahumma ma ‘amiltu min ‘amalin fi hadzihis sanati ma nahaitani ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fiha ‘alayya bi fadhlika ba’da qudratika ‘ala ‘uqubati, wa da’autani ilat taubati min ba’di jara’ati ‘ala ma’shiyatik. Fa inni astaghfiruka, faghfirlî wa ma ‘amiltu fiha mimma tardha, wa wa’attani ‘alaihits tsawaba, fa’as’aluka an tataqabbala minni wa la taqtha’ raja’i minka ya karim.”
Artinya: “Ya Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini termasuk yang Engkau larang sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Engkau maklumi karena kemurahanMu sementara Engkau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Engkau perintahkan untuk tobat sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakaiMu. Karenanya aku memohon ampun kepadaMu, ampunilah aku. Ya Tuhanku, aku berharap Engkau menerima perbuatanku yang Engkau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahalaMu. Janganlah pupuskan harapanku, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Bacaan Doa Awal Tahun Islam
Selain doa di akhir tahun, kamu juga bisa berdoa di awal tahun sebagai bentuk harapan dan permohonan agar di tahun yang baru Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan meminta keridhoan serta keberkahan hidup.
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
Latin: “Allahumma antal abadiyyul qadîmul awwal. Wa ‘ala fadhlikal ‘azhimi wa karimi judikal mu’awwal. Hadza ‘amun jadidun qad aqbal. As’alukal ‘ishmata fihi minas syaithani wa auliya’ih, wal ‘auna ‘ala hadzihin nafsil ammarati bis su’i, wal isytighala bima yuqarribuni ilaika zulfa, ya dzal jalali wal ikram.”
Artinya: “Ya Tuhanku, Engkau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karuniaMu yang besar dan kemurahanMu yang mulia, Engkau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepadaMu dari bujukan iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolonganMu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. KepadaMu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmatMu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”
Selamat Tahun Baru 1 Muharam 1447 H