Kilas Balik “Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi. Silahkan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta,”
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX
JAKARTA IKKELA32.COM 17-AGUSTUS 2025 — Awal kemerdekaan Republik Indonesia ditandai dengan pembacaan Proklamasi oleh Soekarno di lapangan Banteng Jakarta, pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini disambut baik oleh segenap masyarakat Indonesia di seantero Nusantara. Begitu juga Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, ketika mendengar tentang kemerdekaan Indonesia dia langsung mengirimkan surat kawat (telegram) kepada Soekarno yang memberikan selamat atas kemerdekaan Indonesia dan mendukung sepenuhnya lahirnya Republik Indonesia.
Telegram ini merupakan suatu pertanda penyatuan dua negara, antara negara Kesultanan Yogyakarta dan negara Republik Indonesia. Kemudian Sri Sultan HB IX mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945, yang intinya Kesultanan Yogyakarta melebur dalam satu kesatuan Republik Indonesia.
Pada tahun 1949, ada sebuah peristiwa yang dinamakan Operasi Janur Kuning (sekarang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949). Dinamakan demikian karena operasi yang dipimpin oleh Soeharto memakai janur kuning sebagai tanda, operasi itu bermaksud di kota Yogyakarta untuk mengusir pemerintah Belanda.
Pada peristiwa itu peran Sri Sultan HB IX sangat penting karena dia merelakan keratonnya sebagai tempat persembunyian tentara Republik Indonesia ketika mereka dikejar-kejar oleh Belanda. Kisah kedua di atas adalah gambaran kisah perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai seorang raja dan seorang republiken. Pertanyaan yang muncul adalah : Mengapa Sultan HB IX repot-repot mendukung Republik Indonesia dengan menggabungkan Kesultanan Yogyakarta ke dalam pemerintahan Republik Indonesia? Kepentingannya apa dan apa yang akan didapatnya? Apa yang mendasarinya? Padahal pemerintahan Belanda menjanjikannya menjadi raja seluruh pulau Jawa.
Di tengah gejolak perjuangan kemerdekaan Indonesia, sosok Sultan Hamengkubuwono IX (Sri Sultan HB IX) memancarkan sinar patriotisme yang tak tertandingi.
Pemimpin spiritual bagi rakyat Yogyakarta, tapi juga pahlawan nasional yang rela mengorbankan harta demi kelangsungan hidup bangsa.
Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia dihadapkan pada situasi keuangan yang kritis. Kas negara kosong, sementara Belanda melancarkan agresi militer untuk merebut kembali kekuasaan.
Keputusan Sri Sultan HB IX untuk menyumbangkan kekayaan keraton ini bukan tanpa risiko. Beliau harus menghadapi penentangan dari internal keraton dan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi. Namun, Sri Sultan HB IX teguh pendiriannya. Beliau yakin bahwa kemerdekaan Indonesia jauh lebih berharga daripada harta benda.
Melestarikan kedaulatan bangsa adalah kewajiban suci yang harus diperjuangkan dengan segenap jiwa raga. Sumbangan Sri Sultan HB IX tidak hanya menyelamatkan Indonesia dari krisis keuangan, namun juga menegaskan komitmennya terhadap persatuan bangsa. Menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hanya perjuangan segelintir golongan, namun tanggung jawab bersama seluruh rakyat Indonesia.
Kisah kepahlawanan Sri Sultan HB IX ini patut diabadikan dan dikenang sepanjang masa. Sebagai teladan bagi generasi penerus untuk selalu mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Semangat patriotisme dan pengabdiannya kepada Tanah Air akan terus menginspirasi rakyat Indonesia untuk membangun bangsa yang lebih maju dan sejahtera.
Kedermawanan Sultan HB IX memiliki dampak yang sangat signifikan bagi kelangsungan hidup Indonesia di masa awal kemerdekaan. Dana tersebut menjadi landasan penting bagi pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan dan mempertahankan kedaulatan bangsa. Sumbangan ini tidak hanya menyelamatkan Indonesia dari krisis keuangan, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia, termasuk para bangsawannya, bersatu padu dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Di tengah situasi genting ini, Sri Sultan HB IX tampil sebagai penyelamat. Pada tanggal 4 Januari 1946, dengan penuh keikhlasan, beliau menyerahkan 6,5 juta Gulden, Jika dikonversikan ke dalam nilai rupiah saat ini, jumlahnya sekitar Rp.44.694.972.236. “Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi. Silahkan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta,” kata Sri Sultan HB IX saat itu kepada Sukarno sembari menyerahkan selembar cek 6,5 juta Gulden. Sukarno menangis dan jajaran para menteri yang saat itu ada di hadapannya. Mereka tak kuasa menahan air mata melihat kebesaran hati seorang raja yang merelakan seluruh materi kerajaannya untuk kepentingan republik.
Karenanya sumbangan ini bagaikan oase di tengah padang pasir, menjadi modal berharga bagi republik muda untuk menjalankan roda pemerintahan dan membiayai perjuangan melawan penjajah. Uang tersebut digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan mendesak, seperti gaji pegawai pemerintah, operasional Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan biaya delegasi ke luar negeri.
Semangat patriotisme dan pengabdian Sultan HB IX terus hidup dalam sanubari rakyat Indonesia. Dikenang sebagai pahlawan nasional yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemerdekaan Indonesia. Kisah kepahlawanan Sultan HB IX menjadi pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan dan pengorbanan banyak pihak.
Memiliki sikap legawa, berbesar hati dalam kondisi seperti yang dihadapi oleh Sri Sultan HB IX saat itu tidaklah mudah. Beliau bisa mengesampingkan hal-hal lain yang seharusnya menjadi prioritas keraton, demi berdirinya Republik Indonesia. Sikap mengabdi kepada republik dengan sepenuh hati inilah yang hingga saat ini masih dikenang oleh pihak keluarga. Hingga beliau wafat, Sultan dan pihak keraton tidak pernah meminta agar sumbangan itu dikembalikan…
Sri Sultan Hamengkubowono IX lahir pada 23 April 1912 di Yogyakarta. Putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ayu Murtiningsih. Sejak usia muda, ia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap dunia politik dan kepemimpinan. Setelah menempuh pendidikan di beberapa lembaga pendidikan, Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Sultan pada tahun 1940, menggantikan ayahnya, yang saat itu sudah berusia lanjut.
Dukungan penuh yang diberikan Hamengkubuwono IX kepada republik terbukti saat pemerintah Indonesia yang baru berdiri menghadapi ancaman dari kekuatan kolonial yang ingin kembali. Beliau mengundang para tokoh nasional untuk pindah ke Yogyakarta, menyatakan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibu kota negara yang baru. Ini menunjukkan komitmen dan kepemimpinan yang kuat dari Hamengkubuwono IX dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Dikutip dari laman kratonjogja, Sebagai Sultan, ia pun memberikan dukungan finansial yang signifikan untuk pemerintahan republik. Segala urusan pendanaan selama pemerintahan di Yogyakarta, termasuk gaji Presiden dan Wakil Presiden, staf, operasional TNI, dan biaya perjalanan delegasi ke luar negeri, diambil dari kas
Sultan Hamengkubuwono IX tidak pernah mencatat berapa banyak uang yang dikeluarkan, karena bagi beliau, semua ini adalah bagian dari perjuangan untuk bangsa. Ia juga memberi amanat kepada penerusnya untuk tidak menghitung kembali harta keraton yang digunakan untuk kepentingan republik.
Sejarah mencatat bahwa perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan penuh dengan tantangan. Di akhir era Orde Lama, ketika Soeharto mengambil alih pemerintahan, kepercayaan dunia terhadap Indonesia berada pada titik terendah. Hamengkubuwono IX berupaya memulihkan citra negara dengan melakukan diplomasi internasional, meyakinkan negara-negara tetangga bahwa Indonesia masih eksis. Usahanya ini membantu memulihkan kepercayaan internasional secara perlahan.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, Sultan Hamengkubuwono IX juga mengisi berbagai posisi penting dalam pemerintahan. Beliau menjadi Menteri Negara pada era Kabinet Syahrir dan Kabinet Hatta, serta menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada masa kabinet Hatta II. Sultan mengemban posisi sebagai Wakil Perdana Menteri hingga diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang kedua pada tahun 1973.
Di luar perannya dalam politik, Sultan Hamengkubuwono IX diakui sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan menerima penghargaan Bronze Wolf dari World Scout Committee sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya terhadap kepanduan dunia.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat pada 2 Oktober 1988 di George Washington University Medical Center, Amerika Serikat. Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja di Imogiri, diiringi oleh ribuan pengikut yang merasa kehilangan. Pada tahun 1990, Hamengkubuwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden Republik Indonesia Nomor 053/TK/Tahun 1990, mengakui jasanya yang luar biasa untuk bangsa. Pengabdian dan dedikasinya terhadap Indonesia akan selalu dikenang sebagai bagian dari sejarah perjuangan kemerdekaan. [dari berbagai sumber]