JAKARTA, (Ikkela.com) 17 April 2025 — Skandal korupsi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan tiga perusahaan raksasa—
Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group telah mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas hukum dan tata kelola lingkungan di Indonesia.
Merespons perkembangan kasus ini, organisasi advokasi lingkungan Greenpress Indonesia menyampaikan pemecahan mendalam dan mendorong langkah-langkah tegas untuk memecahkan praktik-praktik kotor dalam industri sawit yang selama ini berlangsung di bawah radar
“Ini bukan sekadar kasus korupsi biasa. Kita sedang membayangkan persoalan sistemik yang mengancam hutan, kemiskinan, dan supremasi hukum kita,” ujar Igg Maha Adi, Direktur Eksekutif Greenpress Indonesia.
Menurut Adi, saat ini ruang pengadilan tidak lagi menjadi tempat mencari keadilan, namun justru menjadi panggung barter kepentingan, maka kita sedang menghadapi darurat etika dalam demokrasi.
Greenpress menyoroti bahwa dampak korupsi di sektor sawit tidak berhenti pada pelanggaran hukum. Ekspansi sawit ilegal dan pengelolaan lahan yang buruk telah menjadi pendorong utama deforestasi, perusak ekosistem, dan konflik sosial di berbagai wilayah.
Reformasi Tata Kelola Sawit Pasca Skandal Korupsi CPO
Igg Maha Adi menyebut skandal ini sebagai puncak gunung es dari persoalan tata kelola sawit yang sudah lama tidak sehat.
Ia menegaskan bahwa sektor kelapa sawit selama ini telah menciptakan kerusakan ekologis masif, mulai dari deforestasi, degradasi lahan gambut, hingga konflik sosial di tingkat akar rumput.
Kini, kata alumnus Program Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) ini, terungkap pula bahwa praktik korupsi ikut melanggengkan ketimpangan dan kerusakan tersebut.
“Ketika tiga perusahaan besar sawit bisa bebas dari jerat hukum melalui dugaan suap ke hakim, itu bukan hanya kegagalan hukum. Itu sinyal bahaya bahwa uang dari sawit bisa membeli sistem keadilan,” kata Igg dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (17/4/2025).
Greenpress mendesak pemerintah, khususnya Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, untuk transparan dalam memastikan kasus ini dan menjamin bahwa para pelaku—baik dari kalangan korporasi maupun aparat hukum dihukum secara setimpal.
Mereka juga meminta mekanisme pengawasan ekspor sawit agar tidak dimanipulasi demi kepentingan elite.
Sekretaris Jenderal Greenpress Indonesia, Marwan Aziz, menambahkan bahwa dampak korupsi di sektor sawit tidak bisa dipandang semata-mata sebagai pelanggaran hukum, melainkan sebagai krisis multidimensi.
“Di balik korupsi ini, ada hutan yang hilang, habitat satwa yang musnah, masyarakat adat yang terpinggirkan, dan krisis iklim yang memburuk. Ini tragedi lingkungan yang ditutup-tutupi oleh kepentingan bisnis dan politik,” ujar Marwan yang saat ini sedang melanjutkan studi Program Pasca Sarjana Manajemen Universitas Nasional (UNAS) Jakarta ini.
Greenpress Indonesia menilai perlunya adanya audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus suap maupun perusak lingkungan.
Selain itu, lembaga ini mendesak reformasi total sistem perizinan dan pembukaan data rantai pasok sawit secara publik.
“Transparansi adalah kuncinya. Jika data ekspor, rantai pasok, dan perizinan dibuka secara berani dan real-time, maka ruang gelap bagi korupsi dan manipulasi akan mengecil,” lanjut Marwan.
Audit Nasional Industri Sawit dan Pembentukan Komisi Khusus Antikorupsi
Selain itu lanjut Marwan, kasus ini adalah momentum nasional untuk melakukan pembenahan besar-besaran.
“Greenpress mendesak Presiden Republik Indonesia bersama DPR RI untuk segera menginisiasi audit nasional terhadap industri sawit, sekaligus membentuk Komisi Khusus Antikorupsi Lingkungan yang independen dan berwenang menindak korupsi sumber daya alam,” tegas Marwan.
Langkah ini dinilai penting untuk menjabarkan jaringan kekuasaan dan bisnis yang selama ini menyandera upaya reformasi tata kelola sumber daya alam. Tanpa reformasi struktural dan keberanian politik, kasus seperti ini akan terus berulang.
Greenpress juga menyebarkan kepada masyarakat sipil, media, dan lembaga internasional untuk bersama-sama menyebarkan proses hukum dan menuntut akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat. (Spgpist)